Secangkir teh hangat 'tuk jiwa yang lelah,,,

sebelas

Posted in dariku untuk mu by evan on May 31, 2009

Bila ku tak disini
Tetaplah kau bernyanyi
Dan bila ku tlah pergi
Kenanglah yang terjadi

Pastikan padaku bahwa kamu
Kan baik-baik saja
Karna disetiap mimpiku
Pasti slalu ada kamu

Dengarkan dan rasakan
Lagu yang kuciptakan untukmu
Walau mungkin terdengar gak merdu
Tapi hanya untukmu

Kita pernah bersama disini
Lalui hari penuh warna warni
Meski tak seindah pelangi
Tapi kita pernah bermimpi
http://www.free-lyrics.org
Percayalah padaku
Meski digelap malam
Kamu ngga sendirian
Dan semua bintang yang kutinggalkan
Temani kau sampai akhir malam
—-
Mungkin ini hanya sementara
Mungkin juga untuk selamanya
Tapi nanti jika kukembali
Kau harus ada disini

(Kamu Ngga` Sendirian by Tipe X)

Begitu banyak yang telah kita lalui
Begitu indah yang sudah terlewati

Dimanapun aku berada
Bayangmu menghias mimpi dan hatiku

Percayalah padaku
Meski digelap malam
Kamu ngga sendirian
Dan semua bintang yang kutinggalkan
Temani kau sampai akhir malam

EK Sani

Cerita yang terlewatkan : Dies 34 UKM ITB “Art, Educare, and Gathering Event 2009 ”

Posted in path of my life by evan on May 2, 2009

Setelah sekian lama blog ini teracuhkan begitu saja, setelah sekian waktu terlewatkan tanpa terukir kata, kini kusampaikan ceritaku padamu kawan, tentang apa yang telah kulalui selama ini, selama diriku tak mampu ‘tuk menulis semuanya, menceritakan indahnya, karena tak semuanya bisa diungkap nyata.

Desember 2008

Aku sadar, aku tak bisa berbuat banyak kali ini. Keterbatasanku yang memasung diriku untuk tak bisa bergabung bersama teman-temanku di panggung nanti. Namun, akankah aku hanya duduk berdiam diri di depan kursi penonton nanti ?. Kenyataannya tidak begitu kawan, aku beruntung mendapatkan kepercayaan yang begitu luar biasa, kesempatan yang tak sembarang orang yang bisa. Aku pun mengambil kesempatan tak menduga, walau aku tahu dengan nyata, di depan sana begitu banyak aral menanti, begitu kelam langit menghitam. Dia sudah mengingatkanku, bahwa aku akan sulit membagi waktu. Namun aku bilang, aku butuh dirinya ‘tuk berbagi, aku butuh dirinya ‘tuk temani.

Januari 2009

Aku berdebat dengan para petinggi. Gila, mengadakan suatu acara besar di tahun ini, tahun 2009 ini. Di tengah ekonomi global yang tak menentu, berani-beraninya unit kampus ini menanggarkan dana luar biasa besar untuk acara yang total durasinya tak lebih dari 4 jam ? Aku masih berargumen sengit, darimana uang ‘kan datang teman, boro-boro mau memberikan donasi dan sponsor sedangkan untuk memberi makan para pegawainya saja perusahaan-perusahaan itu tidak sanggup ? Ditambah lagi dana yang dianggarkan begitu besar, sudah tentu para donatur kalang kabut melihat proposal. Tapi apa daya, aku pun berangsur mulai paham pemikiran mereka. Mungkin inilah yang jadi tanggunganku, mereka tak akan peduli bagaimana caranya. Karena pengorbananku tidaklah besar, hanya secuil jari mereka yang pulang malam.

Februari 2009

Semuanya masih baik-baik saja. Aku masih bisa mencari uang makan bersama teman-teman tim Pengisi Pundi. Paling tidak aku tidak ingin mereka sakit gara-gara kurang makan dan minum.Selalu kami cari cara untuk mengisi kas yang menipis. Beruntung aku punya mereka yang paham betul kondisi aku, mereka para Pengisi Pundi. Mereka kerap membantu, menyemangati diriku. Tapi sampai kapan teman, kita akan menafikan kenyataan ? Persediaan mulai kering, kebutuhan mulai datang bergaung nyaring. Di akhir bulan, aku mulai panik. Akankah benar bulan depan rejeki kami akan datang ?

Maret 2009

Aku ketakutan. Semua mulai berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tapi semua benar sudah aku proyeksikan sebelumnya, ini semua seperti apa yang aku estimasikan sebelumnya, kita terancam karam. Namun, tetap saja mereka tidak mau mengerti. Semua sudah berjalan hampir setengah jalan, aku tidak mungkin berbalik arah meninggalkan mereka. Kembali kulihat, sekelompok manusia pecinta budaya ini begitu harapnya, begitu kerasnya bertarung dengan angin malam disana. Lagi-lagi pengorbananku rasanya cukup ‘tak berarti dibanding mereka, para petangguh yang selalu pulang jam 3 subuh selang hari tiap minggunya. Bagi mereka yang selalu dievaluasi, meski mata dan otak mereka mulai tak berfungsi. Sedangkan aku, apa yang aku lakukan ? Hanya bisa menahan air mata, saat ditatap mata-mata yang berkata nista. Aku bolak-balik Jakarta-Bandung hanya untuk mereka. Aku tidak akan berhenti sekarang, menghilangkan harapan mereka yang akan tampil di panggung Sabuga. Rejeki kita akan datang teman, paling tidak aku yang akan menanggung ini untuk kalian.

April 2009

Waktu kami ‘tak cukup sebulan lagi. Dana minimal masih kurang 50 juta lagi ! Aku mulai mual, semua tagihan datang kepadaku. Berbagai tuntutan meluncur di hadapanku. Aku bukannya tidak berusaha teman. Rasanya muka ini sudah begitu tebal menghadap mereka, mengiba memohon pertolongan tiap harinya. Penolakan sudah mahfum aku terima, para sponsor tidak mampu memberikan dana. Malu sudah hilang dari raut wajahku. Hanya dengan modal tutur kata sopan aku berusaha meyakinkan mereka. Kepercayaan, idealitas dan realitasku bercampur aduk menikam otak. Hingga akhir aku yakin, akan ada jalan untuk kami.

Epilog : 23, 25 dan 26 April 2009

Aku puas, aku bahagia. Semua berjalan begitu bermakna. Di unit kampus ini harapan begitu nyata kurasa. Ternyata kami punya keluarga yang begitu perhatian, yang begitu peduli dengan kami. Rangkaian acara berjalan demikian adanya. Banyak yang berkata acara berlangsung sukses, bahkan ada yang berani mengklaim acara ini merupakan buah kerja pribadi mereka. Toh aku tidak peduli dengan itu. Aku belum pernah merasa sepuas ini. Air mataku menitik diatas kemeja garisku, melihat mereka memberikan hormat, menunduk elegan di depan 1200 penonton panggung Sabuga. Terimakasih teman, kalian sudah memberikan yang terbaik. Maaf aku hanya bisa tersenyum disini, menyaksikan kalian beradu aksi di panggung sana. Begitu besar inginku untuk ikut tampil, namun mungkin baru ini yang bisa aku berikan untuk kalian teman. Maaf, jikalau aku bahkan jarang melihat dan mengantar kalian pulang larut hingga azan shubuh menjelang. Namun percayalah, aku selalu yakin kalian bisa menampilkan yang terbaik, seperti yang telah kalian berikan pada 23,25,26 April 2009 ini.

Retorika

Dengan tulisan ini, aku hanya ingin menyampaikan. Sesuatu yang telah terjadi bukan terjadi begitu saja. Begitu banyak yang telah dilewati, begitu banyak yang sudah dijalani. Semua itu adalah buah hasil keringat dan air mata yang telah menetes indah sepanjang Jakarta-Bandung, dan menitik sekeliling gedung GSG tiap malamnya. Pesanku, ingatlah jejak yang telah ada, yang telah kita tanamkan bersama.

Terimakasih dariku, untuk kita bersama…

NB : special thanks untuk dirimu yang telah menemaniku melewati semua, engkau benar nyata untukku ^^


EK Sani